Kamis, 01 Maret 2012

Surga Atau Neraka-kah Di Telapak Kakimu, Wahai Ibu?

Beberapa waktu belakangan ini mungkin kita sudah berada di titik jenuh paling tinggi saat melihat tayangan televisi di negeri ini. Bagaimana tidak, stasiun khusus berita hanya menyiarkan tentang korupsi yang makin hari makin menjadi-jadi.  Begitu kita ganti canel hiburan.....seketika mata kita akan segera dijejali dengan tingkah polah remaja ABG yang menyebut dirinya Girl Band dengan segala atribut mengumbar auratnya dan Boy Band yang bertingkah mirip perempuan dan bebas menari-nari.  Astaghfirullah....


Wahai Ibu....(itu panggilan yang paling saya sukai untuk seorang ibu, menyesal mengapa dulu saya tidak mengajarkan pada anak-anak saya untuk memanggil saya Ibu, tapi yang tanpa huruf K lho)
Miris bukan melihat semua yang terjadi di negeri kita tercinta ini? sengaja saya memakai kata KITA pada tulisan saya kali ini karena pada beberapa contoh kasus nanti mungkin saja saya juga melakukannya.
Sudah demikian hancurnyakah negeri kita ini? Sehingga hampir tak ada lagi keajaiban nilai-nilai agama yang bisa memperbaiki carut marutnya.


Ibu....mari kita telusuri dari mana asal muasal urusan ini sampai terjadi.
Pertama mari kita ingat lagi Hadist Rasul yang bermakna begini : Wanita adalah tiang negara, bila baik (akhlak) wanita maka akan baik negara, tapi jika hancur (akhlak) wanita, maka akan hancur pula negara.
Innalillahi....mengapa jauh-jauh mencari kambing hitam kalau ternyata penyebab terjadinya kehancuran ini adalah kita sendiri. Wanita yang dimaksud Hadist tadi adalah kita, istri, juga ibu.


Duhai Ibu....tahukah bahwa kita adalah madrasah pertama bagi putra putri kita?
Mari ingat lagi, berapa banyak diantara kita yang membiarkan tangan-tangan mungil anak kita mencoreti dinding rumah dengan alasan mengembangkan kreatifitas? Sadarkah kita bahwa itu adalah pelajaran yang keliru?
Alam memori anak akan merekan bahwa demi sebuah kreatifitas, atau apalah namanya, pelanggaran boleh dilakukan. Padahal bila sejak dini kita sudah mengajarkan cara "meletakkan sesuatu pada tempatnya", atau melakukan sesuatu dengan cara dan media yang benar, insya Allah kelak ketika dewasa anak akan tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab.


Kemudian Ibu.....saat anak mulai akan memasuki jenjang pendidikan setingkat lebih tinggi dari sekolah dasar, lihat bagaimana paniknya ibu-ibu yang kasak kusuk kuatir buah hatinya tidak bisa masuk sekolah favorit.
Bahkan tanpa menghargai kemampuan sang anak, si ibu dengan terang-terangan memilih jalan pintas lewat pintu belakang mendekati panitia penerimaan murid dan menjejalkan amplop tebal agar anaknya diterima.
Dan itu berlanjut sampai ke sekolah selanjutnya dan seterusnya. Bahkan begitu anak lulus universitas, yang ada dibenak ibu adalah bagaimana menyiapkan uang yang banyaaaak untuk meloloskan anaknya menjadi pegawai negeri. (saya pernah mendengar sendiri ada ibu yang mengatakan belum jadi "orang" kalau belum  PNS..hiks!) sampai ratusan jutapun dipaksakan demi anak tercinta agar terjamin hidupnya.
Padahal apakah jaminan hidup sukses di dunia berbanding lurus dengan jaminan selamat di akhirat?
Hmm....sebetulnya tidak ada yang salah dengan PNS, dan saya bukannya anti PNS (walaupun saya memilih untuk tidak menjadi itu), seandainya saja mereka bisa memulai kerja dengan jujur tanpa suap, atau boleh berkata "tidak" untuk sistem birokrasi yang melanggar aturan agama, atau menghindarkan diri dari korupsi berjamaah.


Lalu adalagi fenomena yang akhir-akhir ini marak terlihat di televisi. Bagaimana hebohnya ibu-ibu mengantar putri-putri cantiknya berdesakan mengikuti audisi menjadi selebriti. Lihat betapa kontras pakain mereka.
Si Ibu memakai jilbab rapi, sedang putrinya hanya mengenakan tank top dan celana super pendek.
Siapa nanti yang berhasil menjadi juara akan dielu-elukan sebagai anak yang telah meningkatkan harkat, martabat dan kehormatan keluarga. Ibu yang bertepuk tangan bahkan menangis penuh haru ketika melihat putrinya tampil di televisi sama sekali lupa bahwa tangannya telah membimbing putrinya menuju jurang yang amat dalam...
Bandingkan dengan berapa banyak ibu yang mengantar putrinya ke majelis ilmu agama?


Ya Allah, Ibu....
Sadarkah bahwa anak-anak kita merekam semua apa yang kita lakukan pada mereka?
Diam-diam mereka menimba banyak ilmu dari madrasah kita.
Timbul keyakinan yang kuat di benak mereka.
Bahwa untuk mencapai tujuan ibu menghalalkan segala cara, maka aku juga boleh.
Untuk mendapatkan sesuatu ibu melupakan ajaran agama, maka aku juga boleh. Begitu.
Lalu apa akibatnya,  Ibu?
Putra-putra bangsa tumbuh menjadi  pribadi yang korup, akrab dengan suap menyuap.
Putri-putri bangsa berkembang menjadi bunga-bunga yang bermekaran di mana-mana....bebas...tanpa pakaian  yang cukup menutupi kehormatan mereka, aurat mereka...


Mari Ibu....kalau kita mengaku beriman, maka kita wajib menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka.
Yuk kita koreksi kembali kearah mana kita mengantar suami dan anak-anak kita di akhirat kelak.
Kalau kita menjadi penyebab runtuhnya suatu negara, maka itu artinya di bawah telapak kaki kita adalah neraka...
Tapi kalau kita menjadi penyebab jaya sebuah negara, maka benar adanya bahwa surga terletak di bawah telapak kaki ibu.


Wallahu a'lam